oleh

345.990 Hektare Hutan Mangrove di Sumatera Selatan Semakin Kritis Dan Mengkhawatirkan

SUMSELKITA.COM,PALEMBANG – Sebanyak 18,23 persen dari luasan 345.990 hektare hutan mangrove di Sumatera Selatan berstatus kritis dan sangat kritis akibat aktivitas tambak dan pencurian. Situasi itu berdampak pada penurunan tangkapan laut.

Kepala Dinas Kehutanan Sumsel Pandji Tjahjanto mengungkapkan, hutan mangrove yang kritis lebih banyak yakni mencapai 565 hektare dan berstatus sangat kritis selias 62,5 hektare sehingga semakin mengkhawatirkan. Kerusakan hutan itu disebabkan perambahan aktivitas tambak dan pencurian kayu bakau.

“Kondisi hutan mangrove di Sumsel makin mengkhawatirkan karena banyak yang kritis dan sangat kritis akibat tambak dan pencurian,” ungkap Pandji, Kamis (4/11).

Dia menjelaskan, hutan mangrove tersebar di daerah pesisir Sumsel, semisal Kabupaten Banyuasin, Ogan Komering Ilir, dan Musi Banyuasin. Jika tidak segera ditangani, hutan mangrove akan semakin menyusut dan mengancam rusaknya ekosistem dan bencana alam.

“Ekosistem mangrove banyak memberikan fungsi ekologis dan menjadi salah satu produsen perikanan laut. Jika mangrove berkurang, otomatis akan banyak dampaknya, belum lagi pengaruh berkurangnya cadangan karbon,” kata dia.

Dalam waktu dekat, akan dilakukan upaya rehabilitasi 36 ribu hektare hutan mangrove di Ogan Komering Ilir selama tiga tahun ke depan. Restorasi ini akan mengusung konsep perhutanan sosial.

“Rehabilitasi, perlindungan, dan restorasi adalah salah satu solusinya. Paling tidak ada 36 ribu hektare yang digarap dalam kurun waktu tiga tahun ini,” ujarnya.

Sementara itu, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Sumsel Widada Sutrisna mengatakan, kerusakan hutan mangrove menyebabkan menurunnya tangkapan laut sejak beberapa tahun terakhir. Pada 2020 saja, tangkapan laut nelayan di provinsi itu 44.311 ton per tahun dan tidak mencukupi kebutuhan sebanyak 48.186 ton per tahun.

“Tangkapan semakin berkurang, nelayan akhirnya memilih melaut ke Natuna dibanding perairan Sumsel sendiri,” kata dia.
Untuk mencegah semakin menyusutnya hutan mangrove, pihaknya menerbitkan Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2020 Tentang Rencana

Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Provinsi Sumsel Tahun 2020-2040. Perda ini mengatur rencana alokasi ruang di kawasan pesisir termasuk mengenai kawasan budidaya, pembangunan pelabuhan, dan pemanfaatan lain.

“Zona pembukaan tambak juga diatur, jangan sampai mangrove terus terdegradasi,” pungkasnya