SUMSELKITA.COM, Jakarta – Nilai ekspor produk nikel dari hasil hilirisisasi telah mencapai USD33,81 miliar atau Rp504,2 triliun pada tahun 2022. Angka tersebut sebesar naik 745% dari nilai ekspor 2017.
Dalam acara Jakarta Geopolitical Forum VII, di Juni 2023 lalu, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marinves) Luhut Binsar Pandjaitan memaparkan bahwa nilai ekspor produk nikel hasil hilirisisasi telah mencapai USD33,81 miliar atau Rp504,2 triliun (kurs Rp14.915 per USD) pada 2022.
Angka tersebut lebih besar 745% dari nilai ekspor pada 2017, ketika Indonesia hanya mengekspor bahan mentah berupa bijih nikel. Nilai ekspor nikel pada 2017 hanya sekitar USD4 miliar. “Dulu pendapatan kita hanya USD4 miliar di 2017. Tahun lalu USD34 miliar (Rp504,2 triliun), dan tahun ini saya pikir bisa naik,” ujar Luhut.
Oleh sebab itu, saat ini pemerintah terus gencar menggenjot program hilirisasi di dalam negeri. Pemerintah tidak akan melakukan kegiatan penjualan bahan mentah ke luar negeri. “Kita sudah mempunyai industrinya, tapi ini baru satu sektor. Kita belum bicara bagaimana hilirisasi besi baja dan lainnya,” kata dia.
Sampai pada April 2023, realisasi nilai ekspor nikel hasil hilirisasi sudah mencapai USD11 miliar atau Rp165 triliun. Diperkirakan tahun ini akan naik.
Perlu diketahui, terkait proyek kebanggaan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi), yaitu program hilirisasi nikel dan larangan ekspor bijih nikel, digugat Uni Eropa di Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/WTO). Indonesia saat ini menguasai cadangan mineral kritis berupa nikel yang cukup besar.
WTO memaksa Indonesia untuk mengekspor bahan mentah berupa nikel. Padahal dengan Indonesia melakukan kegiatan hilirisasi di dalam negeri, negara ini mendapatkan untung yang signifikan.
Menurut Luhut hilirisasi nikel dalam negeri selain meningkatkan perekonomian di dalam negeri, selain juga menciptakan lapangan pekerjaan. Sehingga, membuat usaha kecil menengah dapat turut berpartisipasi.
Sebelumnya pemerintah, dalam hal ini Presiden RI Jokowi, sudah membuat peta jalan untuk program hilirisasi hingga 2040. Peta jalan itu dibuat untuk 21 komoditas, termasuk komoditas pertambangan.
Presiden Jokowi dalam sambutannya di upacara pembukaan Hannover Messe 2023 di Hannover Congress Centrum, Hannover, Jerman, pada Minggu, 16 April 2023, menyebut bahwa Indonesia sangat terbuka untuk investasi dan kerja sama, di antaranya dalam hilirisasi industri dan ekonomi hijau. “Indonesia tidak sedang menutup diri, justru kami sangat terbuka untuk investasi dan kerja sama dalam membangun industri hilir di Indonesia,” ucap Presiden Jokowi.
Dalam membangun industri tersebut, Presiden menilai bahwa Indonesia memiliki peluang yang sangat besar, terlihat dari proyeksi nilai investasi dalam peta jalan hilirisasi Indonesia yang mencapai USD545,3 miliar atau Rp8.128 triliun (kurs Rp14.900 per USD)
Hingga 2040, ada 21 komoditas dalam peta jalan hilirisasi yang diproyeksikan mencapai nilai investasi USD545,3 miliar, ini peluang yang sangat besar dan saling menguntungkan.
Presiden Jokowi menekankan komitmen Indonesia dalam menjaga keberlangsungan lingkungan yang terlihat dari sejumlah aksi nyata yang telah dilakukan dalam memperbaiki lingkungan serta upaya melaksanakan transisi energi. “Laju deforestasi turun signifikan dan terendah 20 tahun terakhir, kebakaran hutan turun 88%, rehabilitasi hutan 600.000 ha hutan mangrove yang akan selesai direhabilitasi di 2024, terluas di dunia, juga dibangun 30.000 ha kawasan industri hijau,” tuturnya.
Presiden Jokowi juga menyebut bahwa Indonesia menargetkan 23% sumber energi yang dihasilkan berasal dari energi baru dan terbarukan (EBT) pada 2025, serta berencana untuk menutup seluruh pembangkit listrik tenaga uap batu bara di tahun 2050.
Produksi Nikel
Menurut laporan Badan Survei Geologi Amerika Serikat (USGS), Indonesia adalah produsen nikel terbesar di dunia pada 2022. Produksi nikel di dunia diperkirakan mencapai 3,3 juta metrik ton pada 2022.
Jumlah itu meningkat 20,88% dibandingkan pada 2021 yang sebanyak 2,73 juta metrik ton. Indonesia menjadi penghasil nikel nomor satu. Total produksinya diperkirakan mencapai 1,6 juta metrik ton atau menyumbang 48,48% dari total produksi nikel global sepanjang tahun lalu.
Indonesia juga tercatat sebagai pemilik cadangan nikel terbesar di dunia pada 2022 yakni mencapai 21 juta metrik ton. Posisinya setara dengan Australia. Ini artinya, Indonesia dan Australia masing-masing menyumbang 21% dari total cadangan nikel global sepanjang tahun lalu.
Di posisi kedua, ada Filipina yang berada di peringkat kedua dengan produksi nikel sebesar 330 ribu metrik ton. Sementara itu, total nikel yang diproduksi dari Rusia tercatat sebesar 220 ribu metrik ton. Berikutnya, produksi nikel di Kaledonia Baru dan Australia masing-masing sebesar 190 ribu metrik ton dan 160 ribu metrik ton.
Kanada juga mencatatkan produksi nikel sebanyak 130.000 metrik ton. Ada pula Tiongkok yang memproduksi nikel sebanyak 110.000 metrik ton. Sedangkan, Brasil berada di urutan kedelapan dengan produksi komoditas tersebut sebesar 83.000 ton.
Sumber Indonesia.go.id
Komentar