SUMSELKITA.COM,PALEMBANG- Sidang gugatan warga Sumatera Selatan terhadap tiga perusahaan Hutan Tanaman Industri (HTI) yang terafiliasi dengan Grup Sinar Mas memasuki babak akhir di Pengadilan Negeri Palembang, Kamis (5/6/2025).
Gugatan ini diajukan oleh sebelas warga terdampak kabut asap akibat kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang terjadi pada 2015, 2019, dan 2023.
Dalam gugatan tersebut, para penggugat mengusung prinsip strict liability atau tanggung jawab mutlak, yang menuntut perusahaan bertanggung jawab atas kerusakan lingkungan tanpa perlu membuktikan adanya unsur kesalahan atau kelalaian.
Kuasa hukum penggugat, Sekar Banjaran Aji, menyebut bahwa aktivitas perusahaan, seperti pembangunan kanal di Kawasan Hidrologis Gambut (KHG) Sugihan Sungai Lumpur, merupakan tindakan berbahaya yang berkontribusi besar terhadap kerusakan lingkungan dan bencana kabut asap.
“Kegiatan tersebut tergolong abnormally dangerous. Dampaknya sangat luas, mulai dari kerusakan ekosistem gambut hingga ribuan kasus ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut) dan kerugian ekonomi bagi masyarakat,” ujar Sekar dalam keterangannya, Rabu (5/6/2025).
Para penggugat menuntut ganti rugi sebesar Rp111 miliar serta pemulihan ekosistem gambut yang rusak. Mereka menekankan bahwa kerugian yang dialami nyata dan melibatkan banyak warga yang terdampak secara langsung.
“Jika pengadilan tidak memberikan keadilan, ini akan menjadi preseden buruk bagi penegakan hukum lingkungan di Indonesia,” tambah Sekar.
Sementara itu, organisasi lingkungan Greenpeace yang menjadi pihak intervensi dalam perkara ini, menegaskan bahwa mereka tidak mengajukan tuntutan finansial. Fokus mereka adalah memastikan pemulihan lingkungan dan peningkatan fasilitas kesehatan masyarakat guna menghadapi bencana kabut asap di masa depan.
“Kami ingin lingkungan dipulihkan dan masyarakat memiliki perlindungan yang layak dari ancaman asap,” tegas Sekar.
Sidang selanjutnya dijadwalkan pada 5 Juni 2025, dengan agenda pembacaan kesimpulan dari pihak penggugat maupun tergugat. Masyarakat penggugat berharap agar majelis hakim memberikan keputusan yang adil dan berpihak pada perlindungan lingkungan serta kesejahteraan rakyat.
“Kami juga meminta agar pengadilan benar-benar mengawal pelaksanaan putusan, agar tidak hanya menjadi dokumen tanpa tindakan nyata,” pungkas Sekar.