oleh

Gubernur Herman Deru Nilai Persoalan Aset Pemprov Sudah Kronis

SUMSELKITA.COM,PALEMBANG– Gubernur Sumatera Selatan Herman Deru menilai persoalan aset, khususnya tanah, di wilayahnya cukup banyak. Dia mengistilahkannya dengan sebutan kronis untuk persoalan aset tersebut.

Persoalan aset itu tak hanya muncul sejak Sumsel dimekarkan menjadi Jambi, Lampung, Bengkulu, dan Bangka Belitung, tapi juga hingga pengungkapan penjualan lahan oleh Yayasan Batang Hari Sembilan dan kasus lain oleh pihak Kejaksaan Tinggi Sumsel belum lama ini.

“Permasalahan mengenai aset ini kronis. Aset pemprov sangat banyak, dimulai dari sejarah panjang sejak gubernur pertama AK Gani yang wilayah Sumsel saat itu meliputi 5 provinsi (Sumsel, Jambi, Bengkulu, Lampung, dan Babel). Kemudian berangsur menjadi daerah otonomi baru, belum lagi dampak UU 22/1999 dan lain-lain,” ujar Deru saat Rakor Capaian Sinergitas Pemda dan Kejaksaan dalam Pemanfaatan Aset di Griya Agung, Senin (20/10/2025).

Persoalan aset yang masih belum clear 100% hingga kini adalah pemanfaatan wilayah transmigrasi. Pengalihan status aset itu membuat wilayah transmigrasi di Sumsel menjadi terpinggirkan, padahal wilayah itu menjadi sentra pertanian dan perkebunan, lengkap dengan produk hilirisasinya.

“Wilayah-wilayah transmigrasi itu produktif. Namun jalan dari unit ke unit, blok ke blok, dan permukiman totalnya mencapai 4 ribu kilometer. Kita tidak bisa membangunnya. Jika menggunakan APBD, kami tidak mampu mem-backup. Apalagi kita punya tanggung jawab sendiri ,” katanya.

Deru menyebut, persoalan aset juga terjadi pada saat otonomi daerah berlaku, di mana nomenklatur kementerian/lembaga berubah menjadi dinas/badan.

Dia juga menyebut hingga kini masih ada yang belum selesai.

Sementara daerah pemekaran reklamasi Jakabaring, juga tak luput dari persoalan aset. Wilayah kota baru sekaligus pengembangan daerah Ulu itu juga banyak terdapat aset pemprov.

“Jakabaring juga banyak meninggalkan masalah aset sejak masa Gubernur Ramli Hasan Basri 1988-1998 membentuk kota baru di Jakabaring untuk menyeimbangkan wilayah Ulu dan Ilir. Pemekaran kota pada saat itu kencang, tapi banyak juga meninggalkan masalah aset. Banyak orang mengambil lahan untuk kepentingannya,” katanya.

Deru yang sempat terjeda memimpin Sumsel karena Pilkada Serentak digelar, mengaku optimis terhadap Kejati Sumsel yang langsung menggebrak dengan persoalan aset pemprov pada masa itu. Pengungkapan aset di Yogyakarta, Bandung, dan di Jalan Mayor Ruslan di Palembang menjadi gebrakan awal.

“Bahkan, saat saya ingin masuk ke aset milik kita di Bandung, waktu itu masih COVID-19, lahan itu dikuasai preman. Gubernur tidak bisa masuk saat itu. Jadi, saya mengapresiasi Kejati Sumsel karena banyak mengembalikan aset milik pemprov, baik yang diminta maupun yang tidak diminta,” terangnya.

Sementara itu, Kejati Sumsel yang kini menjadi Sekretaris Badan Pendidikan dan Pelatihan (Badiklat) Kejaksaan Agung Yulianto dalam pertemuan itu menyebut salah satu konsennya di Sumsel adalah memberantas tindak pidana korupsi mafia tanah. Sebab, cukup banyak aset milik Pemprov Sumsel yang telah diungkap.

Beberapa aset yang telah dikembalikan yakni aset di Yogyakarta, Bandung, di Jalan Mayor Ruslan Palembang, kendaraan dinas yang dipakai eks gubernur dan lainnya. Selain itu, sektor lain yang telah diungkap seperti bidang sumber daya alam, perpajakan, BUMN, dan lainnya. Nilai yang diselamatkan mencapai triliunan Rupiah.

“Ratusan miliar, bahkan triliunan sudah kita selamatkan selama menjabat di Sumsel,” ujar Yulianto.

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

News Feed