SUMSELKITA.COM, Palembang – Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut Wakil Bupati Ogan Komering Ulu (OKU) nonaktif Johan Anuar (55) dijatuhi hukuman selama delapan tahun penjara dalam perkara korupsi tanah kuburan tahun 2012.
Jaksa KPK Rikhi Benindo saat membacakan tuntutan juga meminta terdakwa membayar denda Rp200 juta dan membayar uang kerugian negara sebesar Rp3,2 miliar atau diganti dengan pidana selama satu tahun serta dicabut hak politiknya.
“Menjatuhkan hukuman tambahan kepada terdakwa Johan Anuar berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama lima tahun sejak selesai menjalani pidana,” ujar Rikhi, di Ruang Tipikor Pengadilan Negeri (PN) Palembang, Sumatera Selatan, Kamis (15/4/2021) dilansir dari Antara.
Jaksa menilai terdakwa terbukti melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dalam pengadaan tanah TPU di Kabupaten OKU yang mengakibatkan negara mengalami kerugian hingga Rp5,7 miliar. Terdakwa Johan Anuar saat itu masih menjabat Wakil Ketua DPRD OKU pada 2012 diduga mengatur pengadaan tanah bersama empat pejabat Pemkab OKU, yakni Sekda, Kadisnaker dan Asisten Sekda.
TPU tersebut berada di Kelurahan Kemelak Bidung Langit, Kecamatan Baturaja Timur, Kabupaten OKU seluas 10 hektare. Berdasarkan laporan hasil pemeriksaan investigatif perhitungan kerugian negara dari BPK RI di Dinsos OKU Tahun Anggaran 2012-2013, kerugian negara berasal dari nilai pembayaran SP2D senilai Rp6 miliar dan nilai pembayaran pajak 5 persen senilai Rp300.000.000.
Terdakwa dituntut dengan Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Atas tuntutan tersebut, terdakwa melalui kuasa hukumnya Titis Rachmawati akan mengajukan pleidoi, karena menilai tuntutan itu terlalu berat dan tidak sebanding dengan perkara serupa sebelumnya.
“Bandingkan dengan beberapa kasus lainnya, nilai kerugiannya lebih besar dari apa yang didakwakan pada klien kami, tetapi tuntutannya tidak sampai seperti ini,” kata Titis.
Selain itu, tuntutan pembayaran kerugian negara senilai Rp3,2 miliar dinilai tidak berdasar, karena nilai kerugian negara tersebut sudah dikenakan kepada terpidana Khaidirman pada putusan sebelumnya dan telah dibayarkannya. “Artinya Pemkab OKU akan dapat tanah dan uang, karena pembayaran kerugian negaranya double,” ujar Titis.