SUMSELKITA.COM,Semarang – Sejumlah warga perantau asal Sumsel yang tinggal di Jawa Tengah (Jateng), mendatangi Kantor KPU Jateng di Jalan Veteran Kota Semarang, Selasa (14/5/2024).
Warga Sumsel yang tergabung dalam Forum Pemuda Rantau Sumatera Selatan (Sumsel) wilayah Jawa Tengah itu meluapkan unek-unek mereka ihwal nasib hak pilihnya di pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak 27 November mendatang.
Mereka terancam tidak bisa menggunakan hak suaranya alias golput karena ketika ingin mencoblos harus pulang ke kampung halaman. Padahal biaya pulang kampung butuh merogoh kocek cukup dalam.
Hal itu terjadi karena Pilkada 2024 berbeda mekanismenya dengan Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden pada 14 Februari lalu.
Untuk coblosan Pilpres bisa dilakukan seluruh Indonesia dengan pindah memilih. Sedangkan Pilkada harus dilakukan di asal daerah.
Sekretaris Pemuda Rantau Sumsel Nadya Sekar Kinanti mengatakan berdasar audiensi itu memang saat ini belum ada mekanisme ataupun regulasi yang memungkinkan perantau menggunakan hak pilihnya di daerah domisili di tanah rantau saat gelaran pilkada.
“Kami ketika ingin menggunakan hak suara satu-satunya jalan harus pulang, waktu pemilihannya kan hanya sehari ini jadi kendala, seperti ongkos akomodasi,” bebernya selepas beraudiensi dengan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Jateng Handi Tri Ujiono di Kantor KPU Jateng, Jalan Veteran Kota Semarang, Selasa (14/5/2024).
Mahasiswa Prodi Sastra Inggris FBS Universitas Negeri Semarang (Unnes) itu mengatakan, untuk di Kota Semarang jumlah perantau asal Sumsel diperkirakan 300 orang.
Namun, angka itu adalah jumlah yang terdata, belum lagi jumlah yang belum terdata. Pun, jumlah itu masih di Jateng, belum lagi di luar Jateng seperti di Yogyakarta.
“Mereka berasal dari berbagai profesi, di antaranya mahasiswa, advokat hingga pekerja dan pegawai,” katanya.
Pembina Forum Pemuda Rantau Sumsel wilayah Jawa Tengah Cerry Abdullah menyebut, potensi golput itu ada kekhawatiran suara mereka dipakai oleh orang lain.
“Kekhawatiran itu pasti ada, kita pikirkan makanya sampai hari ini kita tetap berusaha bagaimana suara kita tetap tersalurkan agar tidak dipakai orang lain,” jelas dia.
Dia melanjutkan mereka yang dirantau itu berangkat dari berbagai 17 Kabupaten/Kota di Sumsel.
Berhubung belum ada undang-undang atau aturan yang memfasilitasi hak-hak suara yang dirantau ini kemungkinan besar anak rantau ini berpotensi golput.
“Tentu itu sangat disayangkan, jadi misal dimungkinkan mereka akan beraudiensi dengan pihak KPU Sumsel yang berkaitan dengan pilkada tersebut,” paparnya.
Ketua KPU Jateng Handi Tri Ujiono mengatakan, ketentuan dalam pilkada, penyelenggaraan itu ada di KPU RI namun soal pelaksanaan teknisnya ada di KPU provinsi atau masing-masing kabupaten/kota.
Ini juga berkaitan dengan ketercukupan logistik dari KPU kota/kabupaten dan provinsi di wilayahnya masing-masing.
“Jateng cetak surat suaranya sesuai jumlah pemilih yang terdaftar. Jadi kalau (Sumsel) ingin menggunakan hak pilih (pilkada) ya di daerah asal karena penyelenggara pilkada di daerah asal,” kata Handi.
Mekanisme ini berbeda dengan ketika gelaran Pilpres yang memungkinkan seseorang bisa pindah menggunakan hak pilih dengan mekanisme yang sudah diatur.
“Jadi bukan KPU berarti tidak memfasilitasi, penyelenggara pilkada itu di KPU provinsi atau kabupaten, kota, jangan disamakan dengan Pilpres yang se-Indonesia,” ungkap dia.
Komentar