SUMSELKITA.COM,PALEMBANG – Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) mengingatkan tata kelola lingkungan yang tak berkelanjutan, dapat menyebabkan bencana tanah longsor dan banjir di wilayah Sumsel.
Hal diungkapkan Direktur Eksekutif Walhi Sumsel, Yuliusman, merujuk pada kejadian baru- baru ini terjadi tanah longsor dan banjir di Pulau Sumatera yaitu Aceh, Sumatera Barat dan Sumatera Utara.
Menurutnya, wilayah Sumsel merupakan daerah yang memiliki karakteristik beragam, dengan luas daerah imencapai 87.017.41 km⊃2;.
Dimana daerah ini memiliki dataran tinggi dan juga sekaligus dataran rendah.
Dengan area Bukit Barisan yang melintasi kawasan Ulu, merupakan dataran tinggi tempat bermulanya berbagai aliran sungai besar di provinsi ini.
Sementara pada wilayah hilir, bermuara beragam sungai besar dan kecil dengan sungai utama adalah Sungai Musi.
Umumnya dikatakan Yuliusman, sungai-sungai itu bermata air dari Bukit Barisan, kecuali Sungai Mesuji, Sungai Lalan dan Sungai Banyuasin. Sungai yang bermata air dari Bukit Barisan dan bermuara ke Selat Bangka adalah Sungai Musi. Sedangkan Sungai Ogan, Sungai Komering, Sungai Lematang, Sungai Kelingi, Sungai Lakitan, Sungai Rupit dan Sungai Rawas merupakan anak Sungai Musi.
“Karakteristik daerah seperti ini, kemudian terindikasi mengalami tata kelola yang salah, sehingga menyebabkan ragam bencana ekologi. Ke hulu rawan longsor, di hilir menjadi langganan banjir,” katanya dikutip dari Tribunsumsel.com.
Menurutnya, di musim hujan dengan melimpah air, musim kemarau menjadi pusatnya kebakaran hutan dan lahan (karhutla).
“Maka Sumsel menjadi daerah yang tidak bisa dianggap baik-baik saja. Bencana juga tidak hanya ditempat tertentu, baik pedesaan maupun perkotaan semua mengalaminya,” ucap Yuliusman.
Diterangkannya, berdasarkan data Walhi Sumsel periode 2024-2025, setidaknya terjadi 158 bencana banjir dan 48 kali peristiwa tanah longsor.
“Walhi Sumsel memberikan catatan khusus tentang perjalanan ekologis Sumsel selama kurun waktu 2024-2025. Hal ini tidak hanya soal kuantitas dan intensitas bencana, tetapi juga analisis penyebab serta dampak yang ditimbulkan,” paparnya.
Selanjutnya, catatan tahunan ini pihaknya juga menekankan perlunya berbagai perbaikan dan pembenahan, untuk antisipasi peristiwa berulang di periode berikutnya.
Dimana dalam konteks bencana, dikatakan Yuliusman terdapat persoalan-persoalan yang bisa diklasifikasikan pada katagori tertentu.
Walhi Sumsel sendiri, memberikan catatan khusus pada 2 aspek utama persoalan dan kerusakan ekologi, kendati sebenarnya cukup banyak masalah lain.
“Dua aspek utama ini menjadi prioritas dan patut mendapat catatan penting, karena memiliki siklus berulang dan menciptakan dampak yang lebih massif,” paparnya.

